Diskriminasi

1. Dalih Diskriminasi

2. Diskriminasi

===============================


1. Dalih Diskriminasi

-------------------------------

[Diskriminasi] adalah suatu tindakan yang salah, karena memperlakukan dua hal secara berbeda hanya karena alasan kebencian. Tindakan diskriminasi bisa dilakukan oleh perorangan, lembaga maupun negara. 


Setiap orang berpotensi melakukan tindakan diskriminasi dan berpotensi untuk didiskriminasi  pula. Survey berikut menunjukan bahwa lebih banyak orang merasa pernah mendapat perlakuan diskriminatif dari orang lain dari pada merasa pernah melakukan tindakan diskriminatif terhadap orang lain. 

Link Survey : https://t.me/LogikaFilsafat/103316

Jika terjadi tindakan diskriminatif oleh aparat penegak hukum terhadap warga negara, maka di situ ada ketidakadilan yang dilakukan oleh aparat terhadap warga negara. Namun apakah hal ini dapat disimpulkan negara telah bertindak diskriminatif terhadap rakyatnya ? Tidak bisa. Karena perilaku sebagian aparat, tidak dapat dinyatakan sebagai perilaku seluruh aparat apalagi dinyatakan sebagai tindakan negara. Tindakan diskriminatif oknum aparat tersebut bisa disimpulkan sebagai tindakan diskriminatif negara, jika negara melegalkan perbuatan tersebut. Dalam membuat kesimpulan-kesimpulan seperti ini kita perlu teliti dan hati-hati, tidak gegabah. 

Di sini kita perlu memiliki kemampuan mengidentifikasi essensi dari tindakan diskriminatif. Apakah benar setiap "perlakuan berbeda" itu merupakan tindakan diskriminatif ? Tidak benar. Perlakuan aparat terhadap anak di bawah umur yang melanggar hukum berbeda dengan perlakuan terhadap pelanggar dewasa. Hal ini dibenarkan oleh undang-undang dan bukan tindakan diskriminatif. Jadi tidaklah benar implikasi "jika diperlakukan berbeda, maka diskriminatif". 

Apakah benar kita dipelakukan diskriminatif ketika kita dihukum atas kesalahan yang kita lakukan, sedangkan orang lain yang melakukan kesalahan yang sama tidak dihukum ? Tidak benar. 

Sebagai contoh,  di suatu lampu merah ada terdapat banyak pemotor yang menerobos lampu merah. Polisi menghentikan salah satu penerobos itu dan menilangnya. Si Pemotor menolak ditilang, karena dia melihat penerobos lainnya tidak ditilang. Menurut dia, jika dia ditilang, maka polisi melaukan tindakan diskriminatif terhadapnya. Karena pelanggar yang lain tidak ditilang. Apakah benar ? Tidak benar. Yang lain tidak dihukum bukan karena diperlakukan berbeda oleh hukum, tetapi karena yang lainnya itu kabur. Juga keterbatasan kemampuan. Satu orang polisi yagn sedang bertugas, tidak mungkin bisa menilang 50 orang pengendara sekaligus yang bersamaan menerosbos lampu merah. Lagi pula tujuan dari sanksi adalah bukan agar semua yang bersama dihukum, tapi agar hukuman yang diterapkan pada seseorang menjadi pelajaran bagi yang lain untuk tidak menirunya melakukan pelanggaran, apalagi melawan hukum. Jadi, dalam kasus tilang motor seperti ini sama sekali bukan tindakan diskriminatif, sehingga tidaklah benar kita diperlakukan diskriminatif karena di antara orang-orang yang bersalah hanya kita sendiri yang dihukum. 

Salah satu ciri orang bersalah, menggunakan dalil diskriminatif untuk menghindari hukuman. "Saya tidak terima dihukum, karena orang lain juga melakukan hal yang sama dengan saya dan dia tidak dihukum." Jika tidak bersalah, orang memiliki argument yang mampu membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah tanpa harus mengalihkan isu dengan menunjuk kesalahan orang lain. Seseorang yang menggunakan dalih diskriminatif untuk menolak tuduhan bersalah terhadapnya, menunjukan orang tersebut tidak memiliki argument untuk membela diri atas tuduhan yang ditujukan padanya. 

Dengan membuktikan diri tidak bersalah, kemudian terbukti memang tidak bersalah namun tetap dipersalahkan hanya karena faktor kebencian, inilah diskriminatif. Tidak bisa hukum dikatakan diskriminatif karena ada sebagian penjahat yang tidak dihukum. Terlebih dahulu benar-salahnya dikenali, baru kemudian dapat diketahui siapa yang melakukan tindakan diskriminatif. Tapi sekarang, saya perhatikan banyak orang cara berpikirnya terbalik, menuding orang lain bertindak diskriminatif digunakan sebagai cara untuk membuktikan bahwa dirinya benar. Ini konyol bin bahlul. 

Dalam kasus Suneet, di mana dia dianggap najis karena orang-orang menandainya sebagai kasta Paria, di situ tidak ada argument yang bisa membuktikan bahwa Suneet memang najis dan bersalah. Sehingga tidak ada faktor lainnya yang membuatnya dianggap najis, kecuali kebencian. Inilah contoh diskriminatif. Hal ini tidak berlaku pada seorang maling yang tertangkap, sangat konyol bila dia menolak dihukum dengan alasan, "Kalian tidak adil. Kenapa saya saja yang dihukum ? Sementara banyak maling lainnya tidak kalian tangkap, perampok bank ada yang masih berkeliaran, koruptor masih bebas bernafas. Saya rela dipenajara jika semua penjahat di dunia ini sudah kalian penjarakan." Perkataan yang bodoh seperti ini telah menipu banyak orang, lalu mempercayainya sebagai kebenaran. 


2. Diskriminasi

-------------------------------

Tujuan : 

- mengetahui pandangan Buddha tentang diskriminasi

- mengetahui bentuk diskriminasi pada zaman Buddha

- mengetahui apa alasan pada zaman Buddha orang melakukan diskriminasi

- mengetahui alasan, mengapa tidak boleh melakukan diskriminasi

- merenungkan diskrimanasi yang terjadi pada zaman sekarang

==================================== 


Mengupload: 540921 dari 540921 byte diupload.


"ha...ha..ha... Kabarnya kau maha tahu, tapi kau tidak tahu kami menabuar duri di jalanan. Kami senang mengetahui kau tertusuk duri itu. Ha...ha...ha... Setelah ini orang-orang akan berhenti menyebut kamu Mahatma (manusia agung). Pergilah, kamu tidak diterima di desa kami!" teriak salah seorang tokoh kampung, mengejek Buddha. 

Penduduk yang lain berkata, "kamu mencari sedekah setiap hari. Malas kerja, tak tahu malu! Pergilah !"

Dengan tenang Buddha berkata, "Aku minta kepada kalian semua, biarkan kami mencari sedekah di desa kalian !"

Seeorang tetua masyarakat berkata, "Baiklah ! Jika kamu ingin mencari sedekah di desa kami, kamu harus memberikan darahmu ! Lewati duri-duri itu"

Tanpa ragu, Buddha berjalan melewati tanaman duri yang telah ditaburkan untuk menghalangi jalan Buddha. Melihat kaki Buddha berdarah-darah karena tertusuk duri, seorang pria dari kasta Paria bernama Suneet,  tidak tega melihatnya. Lalu pria tersebut membantu menyingkirkan duri-duri tersebut. Tetua masyarakat mengardiknya, "Hei... Kamu akan kami buang, jika menyingkirkan duri-duri itu!" Tapi budak hitam itu tidak peduli dan terus menyingkirkan duri, sehingga Buddha dapat leluasa berjalan. Pria itu berkata, "Silahkan Tuan ! Masuklah ke desa ini, di sini banyak sekali orang yang ingin memberi sedekah padamu, dan mendapatkan berkatmu." 

Buddha hendak menyentuh kepala Suneet untuk memberkatinya. Tetapi pria itu segera mundur dan berkata, "janganlah Tuan menyentuh saya. Nanti anda terkena fitnah !"

Sebagaimana diketahui bahwa pada zaman dulu, terjadi diskrimanasi dengan sistem kasta. Kasta Paria itu dianggap kasta yang rendah, sehingga mereka dianggap najis. Jangan menyentuh tubuh mereka, menyentuh bayangan atau jejak kakinya saja dianggap dosa. Karna itu, kaum Paria mengikatkan bulu merak pada pinggang mereka, sehingga bulu-bulu mereka itu menghapus jejak berjalan mereka, agar orang-orang dari kasta tinggi tidak marah karena terkena najis dari jejak mereka. 

Buddha berkata, "Mengapa dengan menyentuhmu saya harus terkena fitnah ? Kamu adalah manusia seperti kami semua. Keserakahan, kebencian, dan kebodohan, itulah yang akan memfitnah seseorang. Kamu adalah manusia yang memiliki rasa peduli. Kamu dapat membuat orang lain bahagia." 

Brahmana yang ada di tengah masyarakat itu murka. Dia berkata, "Orang suci macam apa kau. Kamu tidak tahu apa-apa soal sistem kasta. Kamu meminta-minta sedekah, dan itu tidak membuatmu menjadi orang bijak. Kamu hanyalah orang berdosa."


Buddha menjawab, "Yang saya tahu, mereka yang membenci dan tidak menghormati orang lain, itulah orang-orang yang berdosa. Jika kalian senang memanggilku orang berdosa, maka kalian pasti benar. " 


Kemudian Buddha menunjuk pada Suneet, "Dia juga manusia seperti kalian. Tapi karena kalian membencinya dan tidak menghormatinya, maka kalian menganggapnya berdosa."


Brahmana marah dan berkata, "Biar aku beri tahu kamu, karena kamu bodoh banget. Kami hanya menjalankan perintah Tuhan sebagaimana yang tertulis dalam kitab suci."


Buddha berkata, "Dia lahir dari benih yang sama, seperti kita semua. Tapi kalian sendiri yang membeda-bedakannya. Itu berarti kalian tidak menghomati Sang Pencipta. Jika kalian mencoba melempar lumpur ke langit, itu tidak akan pernah dapat mencapai langit. Sebailknya, lumpur itu akan kembai kepada diri kalian sendiri. Langit tidak mendiskriminasi kita. Langit melindungi kita semua, seperti seorang ayah melindungi semua anak-anaknya. Bumi memberi kita biji-bijian, dan bumi tidak membeda-bedakan antara kita. Kita semua menghirup udara yang sama, air memuaskan semua orang yang dahaga. Alam tidak mendiskriminasi. Mengapa manusia berlaku tidak adil dengan diskriminasi ?"

Brahmana berkata, "Mengapa kamu dia mengajak dia ke dalam organisasimu untuk menjadi seorang biarawan ?" 

"Kamu memberi saya saran yang baik." jawab Buddha.  Lalu Buddha mendekati Suneet, "Suneet, apakah kamu ingin menjadi Biksu ?" 

Berderai air mata Suneet, "orang-orang menganggapku najis, sehingga merasa jijik, aku haram untuk disentuh. Bagaimana aku dapat menjadi Biksu, pengikutmu ? Aku merasa tidak layak mendapatkannya " 

Buddha, "Jika seseorang dapat peduli pada penderitaan orang lain, maka dia itu adalah orang yang mulia. Aku, Buddha...menerima Suneet di dalam Sanghaku." 

Suneet bersimpuh di hadapan Buddha dengan hati yang penuh haru. Sejauh ini, orang-orang menganggapnya sebagai sampah belaka. Tetapi Buddha hari ini telah mengangkatnya ke tempat yang begitu tinggi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Logo Media Logika

Implikasi Bertingkat

Parsing Filsafat