Dilemma Sebagai Objek Kajian Logika

Terdapat dua objek dilemma, pertama dilemma sebagai objek kajian Psikologi. Kedua, dilemma sebagai objek kajian ilmu logika. Bagaimana membedakannya ? Cara membedakannya,  untuk objek kajian logika fokus pada sintak kalimat. Jika fokusnya kepada perasaan dilemma, bingung, bimbang, gelisah, sedih dan sebab-sebab terjadinya hal tersebut, juga tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk menghilangkan kebingungan tersebut, maka itu merupakan persoalan Psikologi.  Artikel ini tidak banyak membahas dilemma sebagai objek kajian Psikology, tapi lebih fokus untuk memperkenalkan dilemma sebagai objek kajian logika, mulai dari sejarah awal dilemma hingga contoh kasus dan penulisan dilemma dalam notasi logika. 


Dalam buku"Logika-Hukum Berpikir Tepat" karya Joesoef Souyb 1983, pembahasan tentang dilemma ada pada halaman 165. Sedangkan di dalam buku "Dasar-dasar Logika" karya Jacobus Ranjabar, S.H., M.Si. pembahasan dilemma ada pada halaman 186. Dalam berbagai buku logika lainnya yang pernah saya baca, selama itu jenis logika Aristoteles, di situ saya menemukan pembahasan tentang dilemma. Hal itu menunjukan bahwa masalah [Dilemma] merupakan objek kajian ilmu logika. 


Kapan mulainya ada pembahasan masalah dilemma ? Sejak zaman Yunani kuno, yaitu sejak zaman Socrates. Karya-karya Plato dan Aristoteles itu yang pertama kali memperkenalkan istilah dilemma. Plato membahas masalah dilemma itu dalam karya tulisanya tentang "Dilemma Euthypro". Dalam bahasa yang lebih akrab pertanyaannya serupa dengan "Apakah sesuatu itu baik karena diperintahkan Tuhan atau diperintahkan Tuhan karena baik?" Persoalan semacam ini dikalangan para ahli logika dikenal dengan dilemma Euthyrphro, mengacu pada sejarah perdebatan Sokrates dengan nabi Euthyrphro. 


Euthyphro adalah seorang nabi religius Athena Kuno yang berdebat dengan  Sokrates dalam tema "hubungan antara Tuhan dengan moralitas". Dalam dialog tersebut Euthyphro menjadi dilemma atas pertanyaan yang diajukan oleh Sokrates. 


Sokrates dan Ethphro membahas tentang sifat kesalehan. Euthyphro mengatakan bahwa orang shaleh adalah orang yang dicintai oleh para dewa. Kemudian Sokrates mengajukan pertanyaan kepadanya, "Apakah karena dicintai oleh para dewa sehingga shaleh atau karena shaleh sehingga dicintai para dewa?" 


Sokrates : Dan apa yang Anda katakan tentang kesalehan, Euthyphro? Bukankah kesalehan, menurut definisi Anda, dicintai oleh semua dewa?


Euthyphro: Tentu.


Sokrates : Karena itu shaleh, atau karena alasan lain?


Euthyphro: Tidak, itu alasannya.


Sokrates : Dicintai karena shaleh, bukan saleh karena dicintai?


Pertanyaan itu membuat Euthyphro bingung. jika dikatakan "shaleh karena dicintai", maka tidak ada bedanya di sisi Tuhan antara yang shaleh dan yang jahat. Karena kesalehan ditentukan oleh pilihan dewa untuk mencintai. Jika mengatakan "dicintai karerna shaleh", itu berarti kehendak dewa tidak berperan dalam moralitas seseorang.  Bagi muslim, dilemma Euthyphro ini topik yang kurang hangat. Untuk menjadi hangat, coba ganti kalimatnya menjadi seperti ini : "Apakah nabi Muhammad saw dipilih menjadi Rasul Allah karena beliau shaleh. ataukah beliau shaleh karena dipilih  menjadi Rasul Allah ?" Bila Anda bingung menjawab pertanyaan ini, maka seperti itu kiranya kebingungan Euthyphro. Jika Anda tidak bingung, maka sulit membayangkan dilemma Euthyphro. 


Jika dipilih sebagai Rasul karena beliau shaleh, maka kehendak Tuhan tidak berpengaruh. Jika beliau shaleh karena dipilih sebagai Rasul, maka maka usaha manusia tidak berpengaruh. Tapi kehendak Tuhan tidak berpengaruh maupun usaha manusia tidak berpengaruh, keduanya adalah proposisi yang salah. 


Bagaimana memgembalikan dilemma tersebut ke dalam bentuk notasi logika ? Seperti berikut. 


Variabel

A= Shaleh

B = dipilih menjadi RasulAllah. 

C = kehendak Tuhan tidak berpengaruh

D = usaha manusia tidak berpengaruh


Notasi Logika:

(A->B)->C

(B->C)->D

~(CvD)


Melihat dilemma sebagai objek kajian logika, berarti melihat dilemma dalam bentuk sintak seperti ini. Jika ada pemecahan dilemma, maka pemecahannya bukan di bidang psikologi, tapi harus dalam bentuk sintak juga dalam variable ABC. 


Dilemma ini bisa dilihat dalam berbagai jenis sintak, misalnya dalam tabel kebenaran, System Resolusi, Deduksi Alami maupuan Tablo. Berikut contoh bentuk dilemma  di atas dalam bentuk tablo. 





Tablo di atas menggunakan Strategi Lurus, tidak menggunakan Strategi Pembalikan, sehingga dengan tertutupnya seluruh cabang menunjukan argument invalid dan menunjukan bahwa hal itu memang merupakan dilemma.


Ada banyak bentuk dilemma dan solusinya, hal itu akan dibahas pada topik "Tujuh Bentuk Dilemma".

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Logo Media Logika

Implikasi Bertingkat

Parsing Filsafat