Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2020

Dilemma Sebagai Objek Kajian Logika

Gambar
Terdapat dua objek dilemma, pertama dilemma sebagai objek kajian Psikologi. Kedua, dilemma sebagai objek kajian ilmu logika. Bagaimana membedakannya ? Cara membedakannya,  untuk objek kajian logika fokus pada sintak kalimat. Jika fokusnya kepada perasaan dilemma, bingung, bimbang, gelisah, sedih dan sebab-sebab terjadinya hal tersebut, juga tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk menghilangkan kebingungan tersebut, maka itu merupakan persoalan Psikologi.  Artikel ini tidak banyak membahas dilemma sebagai objek kajian Psikology, tapi lebih fokus untuk memperkenalkan dilemma sebagai objek kajian logika, mulai dari sejarah awal dilemma hingga contoh kasus dan penulisan dilemma dalam notasi logika.  Dalam buku"Logika-Hukum Berpikir Tepat" karya Joesoef Souyb 1983, pembahasan tentang dilemma ada pada halaman 165. Sedangkan di dalam buku "Dasar-dasar Logika" karya Jacobus Ranjabar, S.H., M.Si. pembahasan dilemma ada pada halaman 186. Dalam berbagai buku logika lainny

Validasi Argumen

Gambar
 Validasi Argumen adalah metode pengujian sebuah argumen. Jika di dalamnya  terdapat inkonsistensi, maka argumen tersebut tidak valid. Jika konsisten, maka valid.  Contoh argument : 1. Setiap wujud adalah Tuhan 2. Makhluk itu wujud 3. Tapi, makhluk bukan Tuhan Argumen tersebut inkonsisten, invalid alias absurd. Bagaimana cara memvalidasinya ? Banyak metodanya. Salah satunya menggunakan tablo semantik. Lihat gambar berikut.  A = Makhluk B = Wujud C = Tuhan Tidak hanya argument dalam bentuk syllogisme yang bisa divalidasi, dua proposisipun bisa divalidasi. Contohnya dua proposisi berikut.  1. Jika seseorang membunuh sesama manusia, maka dia tidak bermoral 2. Ada orang yang membunuh sesama manusia dan dia bermoral Kedua proposisi tersebut merupakan argument invalid. Kenapa ? karena dua proposisi di atas adalah kontradiksi. Jika kita menyatakan bahwa proposisi pertama itu benar, kemudian juga menyatakan bahwa yang kedua itu benar, maka pernyataan kita disebut tidak konsisten. Adapun untuk

Lingkaran Verecundiam

Gambar
 Salah satu contoh Lingkaran Verecundiam itu adalah pengulangan dogma yang tidak berujung berikut.  Dialog saya dengan teman : Saya : Bagaimana jika ada perselisihan pendapat dalam masalah agama ? Teman : Kembalikan kepada al Quran dan Hadits.  Saya : al Quran dan Hadits yang ditafsirkan oleh siapa ? Teman   : oleh Ulama Saya   : Jika antar ulama ada perbedaan pendapat bagaimana ? Teman : Kembalikan kepada al Quran dan Hadits. "Bagai menghasta kain sarong" kata Joseof Souyb, melingar terus menerus, looping yang tidak berakhir, digambarkan dalam flowchart berikut. 

Implikasi Bertingkat

Gambar
 Implikasi bertingkat itu penggunaan "jika" di dalam "jika". Contoh : Jika ada seseorang datang, maka jika kemudian dia tidak menjadi teman, maka jika dia tidak menjadi murid, maka dia adalah orang asing jika saya tidak kenal dia, jika tidak begitu, maka dia bukan orang asing.  Penggunaan implikasi beringkat seperti ini jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, namun dalam notasi logika dan juga di bidang pemrograman, hal  itu sangat sering digunakan. Dalam bahasa sehari-hari ungkapannya disederhanakan sebagai berikut.  "Jika ada seseorang datang dan saya tidak kenal dia, maka dia itu orang asing, tapi jika kemudian saya orang itu menjadi teman saya atau menjadi murid saya, maka dia bukan lagi orang asing." Bahasa ini memang lebih mudah dimengerti oleh manusia. Tapi bahasa seperti ini menimbulkan kerumitan tersendiri bila kemudian akan diterapkan dalam logika pemrograman misalnya, atau untuk keperlukan kalukasi logika. Dalam bentuk bagan, bentuk implik