Filsuf

Edisi : 25 April 2020, 05:30:03

Ketika Pythagoras diminta untuk menjabarkan siapakah sebenarnya seorang filsuf itu, dia berkata, "Ketika semua diundang ke pesta kehidupan, beberapa orang pergi ke sana untuk menikmatinya, sebagian lagi pergi untuk memperoleh nama dan ketenaran, namun ada sebagian orang yang pergi hanya untuk melihat. Yang terakhir inilah para filsuf." {1}

Apa yang dikatakan oleh Pythagoras tersebut adalah tentang hal yang dikerjakan oleh filsuf, tapi tidak menjelaskan essensi dari filsuf. Essensi dari filsuf adalah "yang membangun rumah filsafat".

Tidak seorang pun yang tidak berfilsafat. Bila setiap orang yang berfilsafat disebut filsuf, berarti di dunia ini tak ada seorang pun yang bukan filsuf. Kita dapat mengatakan filsafat adalah hasil dari berfilsafat. Pelakunya disebut filsuf. Hal itu karena kita telah mendefinisikan filsuf dengan suatu fungsi, bukan profesi, sehingga tak ada lagi dikhotomi filsuf dan bukan filsuf. Dengan definisi seperti itu, kita tidak dapat menemukan seseorang yang bukan filsuf di dunia ini. Tapi faktanya jelas, kita semua telah membuat dikhotomi filsuf dan bukan filsuf. Artinya kita telah mengakui bahwa orang-orang seperti Socrtes, Plato dan Aristoteles adalah para filsuf. Lalu, dapatkah Anda tunjukan, siapa yang bukan filsuf ? Apakah teman Anda di kantor semuanya adalah filsuf ? Apakah anak-anak Anda adalah filsuf ? Tentu tidak, bukan ?

Atau, anda dapat menjawab bahwa semua orang filsuf, hanya saja ada filsuf besar dan filsuf kecil. Kita semua adalah filsuf kecil, sedangkan orang seperti Socrates itu adalah filsuf besar. kalau begitu kita telah membuat klasifikasi "filsuf besar" dan "filsuf kecil". Lalu, apa essensi dari filsuf besar ? Tapi saya tidak melanjutkan soal uji konsistensi penggunaan definisi filsuf yang menghilangkan dikhotominya. karena dalam struktur filsafat saya dipergunakan dikhotomi "Filsuf" dan "bukan Filsuf"

Jika semua orang pernah bernyanyi, maka apakah dapat dikatakan bahwa semua orang penyanyi ? jika semua orang pernah berlari, apakah dapat dikatakan bahwa semua orang pelari ? jika semua orang pernah takut, apakah dapat dikatakan semua orang penakut ? tentu tidak. demikian juga jawaban tersebut berlaku untuk menjawab pertanyaan, "jika semua orang berfilsafat, apakah berarti semua orang adalah filsuf ?"

Seseorang disebut filsuf bukan hanya karena dia berfilsafat, melainkan juga karena membangun "rumah filsafat". Misalnya, Socrates, Plato dan Aristoteles, kita dapat melihat struktur bangunan filsafat mereka masing-masing secara terstruktur dan sistematis. Secara lebih spesifik, ilmu logika adalah salah satu contoh struktur bangunan filsafat yang telah dibangun oleh Aristoteles. Demikian pula, filsuf-filsuf lain, mereka memiliki struktur bangunan filsafat masing-masing yang bersifat unik, tiada duanya. Kita tidak bisa disebut filsuf, jika filsafat kita hanyalah tiruan dari filsafat para filsuf yang telah ada sebelumnya. Jika kita mampu membangun rumah filsafat sendiri, yang belum dibangun sebelumnya oleh para filsuf yang lain, maka kita layak disebut sebagai filsuf.

Walaupun seseorang telah membaca seribu buku filsafat, dan banyak melakukan debat filsafat, telah membahas banyak sekali persoalan filsafat, tapi dia belum layak disebut filsuf selama dia tidak membangun struktur filsafatnya sendiri. Untuk menjadi filsuf, seseorng tidak dapat asal berfilsafat, melainkan harus memiliki arah tujuan yang jelas. Perumpamaannya di bidang pemrograman, sebelum coding itu mesti jelas dulu, output yang diinginkan dari code-code yang disusunnya itu bagaimana ? Kalau sekedar coding, maka code-code itu tidak akan menjadi sebuah program yang fungsional. Demikian pula, bila kita dalam berfilsafat, jika comot filsafat sana sini, kutip omongan Plato, kutip omongan Socrates, tapi tidak jelas output yang dikehendakinya seperti apa, maka selamanya kita hanya akan orang yang belajar filsafat, dan tidak menjadi filsuf.


Sumber Kutipan :
---------------

1. 1) Sri Dhammananda, "Meditasi Untuk Siapa Saja", Hal. 38

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Logo Media Logika

Implikasi Bertingkat

Parsing Filsafat